Dari Desa ke Kampus Impian Banyak Orang: Perjalanan Meraih Mimpi bersama LPDP
Pendahuluan
Bagi sebagian orang, melanjutkan pendidikan hingga jenjang magister atau doktor mungkin terasa biasa saja. Namun, bagi saya yang berasal dari sebuah desa kecil di Nias, Sumatera Utara, impian untuk belajar di kampus ternama Indonesia seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) terasa bagai angan yang terlalu tinggi. Keterbatasan informasi, fasilitas pendidikan, serta kondisi ekonomi keluarga sering kali memunculkan pertanyaan: “Apakah saya mampu?”
Namun, ada satu keyakinan yang terus saya pegang: pendidikan adalah kunci perubahan hidup. Keyakinan itulah yang menuntun setiap langkah saya, hingga akhirnya saya dipercaya menjadi salah satu awardee LPDP tahun 2024, untuk melanjutkan studi Magister Fisika di UGM. Tulisan ini saya buat bukan untuk menceritakan keberhasilan pribadi, melainkan untuk berbagi perjalanan, tantangan, dan pembelajaran yang mungkin bisa menjadi motivasi bagi teman-teman lain yang juga sedang berjuang meraih mimpi.
Babak Awal: Mimpi dari Nias
Hidup di daerah kepulauan seperti Nias membawa pengalaman unik. Di satu sisi, kami diberkahi dengan kekayaan budaya dan alam yang luar biasa. Namun, di sisi lain, akses terhadap pendidikan berkualitas masih sangat terbatas. Saya masih ingat saat di SMA, akses internet tidak semudah sekarang, dan buku referensi pun sangat jarang tersedia. Anak-anak desa harus menempuh perjalanan yang jauh ke sekolah, membuat niat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi menjadi minim.
Meski begitu, saya selalu jatuh cinta pada pelajaran Fisika. Rasa ingin tahu tentang bagaimana alam bekerja, bagaimana energi dapat dimanfaatkan, dan bagaimana sains bisa membantu kehidupan manusia membuat saya terus tekun belajar, sekalipun fasilitas terbatas. Saat teman-teman lain menganggap Fisika rumit, saya justru melihatnya sebagai tantangan yang menarik. Benar, selama SMA saya bertekad melawan segala keterbatasan demi menggapai mimpi yang tinggi.
Impian untuk kuliah S1 pun akhirnya terwujud. Saya berhasil lolos SNMPTN dengan beasiswa bidikmisi dan mengambil jurusan Fisika. Saya menyelesaikan skripsi tentang pelapisan magnetit pada tembaga untuk aplikasi heat pipe. Penelitian sederhana itu semakin memperkuat keinginan saya untuk melanjutkan studi S2, dengan fokus pada bidang material.
Mengenal LPDP
Saya pertama kali mendengar tentang Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) saat masih menjadi mahasiswa S1. Waktu itu, saya hanya tahu sekilas bahwa LPDP adalah beasiswa bergengsi dari pemerintah Indonesia untuk mencetak pemimpin masa depan. Namun, jauh di lubuk hati, saya bertanya: “Mungkinkah seorang anak desa seperti saya bisa diterima?”
Setelah menyelesaikan S1, saya pulang ke kampung halaman dan mengabdi sebagai guru honorer di Nias. Meski penghasilan tidak seberapa, pengalaman ini memberi makna yang mendalam. Saya merasakan langsung bagaimana pendidikan menjadi cahaya bagi anak-anak desa, sama seperti yang saya rasakan dulu di ruang kelas yang sederhana.
Menjadi guru honorer mengajarkan saya banyak hal: kesabaran, tanggung jawab, serta makna sejati dari pengabdian. Dari wajah polos para siswa, saya melihat harapan. Dari keterbatasan fasilitas sekolah, saya semakin yakin bahwa perjuangan pendidikan di daerah harus terus diperkuat.
Di sela-sela kesibukan mengajar, saya mulai serius mencari informasi tentang beasiswa LPDP. Saya membaca syarat-syaratnya dengan saksama, menonton pengalaman para awardee di YouTube, hingga bertanya langsung pada senior yang sudah berhasil. Dari situ saya belajar bahwa kunci utamanya bukan hanya kecerdasan, melainkan konsistensi, niat tulus untuk berkontribusi, serta keberanian untuk mencoba. Tentu saja, prosesnya tidak mudah. Menyusun esai tentang komitmen kembali ke Indonesia, rencana pasca studi, dan kontribusi nyata membutuhkan refleksi mendalam. Saya harus benar-benar menggali motivasi: mengapa ingin melanjutkan studi? Mengapa memilih Fisika? Bagaimana kelak bisa memberi dampak bagi bangsa?
Proses Seleksi: Antara Harapan dan Kekhawatiran
Tahap seleksi LPDP adalah salah satu pengalaman paling mendebarkan dalam hidup saya. Mulai dari administrasi, tes bakat skolastik, hingga wawancara, semuanya penuh tekanan. Namun, setiap kali rasa ragu muncul, saya selalu mengingat kembali tujuan awal: bahwa pendidikan adalah jalan untuk mengangkat diri sendiri sekaligus orang lain.
Dalam wawancara, saya ditanya tentang motivasi, rencana riset, hingga kontribusi yang ingin saya berikan setelah kembali. Saya menjawab dengan jujur sesuai pengalaman saya: bahwa saya ingin mengembangkan riset material yang aplikatif, terutama yang bisa mendukung pengembangan energi terbarukan dan teknologi tepat guna di Indonesia.
Syukur kepada Tuhan, usaha itu membuahkan hasil. Saya dinyatakan lolos sebagai awardee LPDP 2024 batch 2 dan diterima di Program Magister Fisika UGM Tahun 2025. Saat membaca pengumuman itu, air mata saya menetes. Semua perjuangan, doa, dan usaha akhirnya terbayar.
Menjadi Mahasiswa UGM
Setelah melalui perjalanan panjang, doa, dan persiapan, akhirnya saya resmi menjejakkan kaki di Universitas Gadjah Mada sebagai mahasiswa Magister Fisika sekaligus awardee LPDP. Momen itu menjadi titik balik penting dalam hidup saya. Apa yang dulu hanya mimpi anak desa di Nias, kini benar-benar terwujud: belajar di salah satu kampus terbaik di Indonesia, yang dikenal dengan julukan Kampus Biru.
Yogyakarta, dengan segala kehangatannya, segera menyambut saya sebagai rumah baru. Kota ini terkenal ramah, kaya akan budaya, dan penuh dengan nilai kehidupan yang sederhana namun bermakna. Sementara itu, atmosfer akademik UGM sungguh luar biasa: perpustakaan yang lengkap, dosen-dosen inspiratif, serta mahasiswa dari berbagai penjuru Indonesia membuat saya merasa berada di pusat ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.

Namun, perjalanan ini tentu tidak lepas dari tantangan. Saya harus belajar mengatur keuangan beasiswa sebesar Rp4.500.000 per bulan agar cukup untuk kebutuhan kos, makan, transportasi, dan keperluan akademik. Saya juga harus cepat beradaptasi dengan dinamika perkuliahan S2 yang jauh lebih menuntut dibandingkan S1, baik dari segi kedalaman materi maupun intensitas riset.
Di sisi lain, kehidupan di UGM memberi saya pelajaran berharga tentang arti keberagaman. Teman-teman saya berasal dari berbagai latar belakang, budaya, dan agama. Dari mereka, saya belajar bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekayaan yang justru memperkaya pengalaman hidup saya.
Sebagai mahasiswa UGM, saya merasakan langsung makna dari slogan “Mengakar Kuat, Menjulang Tinggi.” Akar yang kuat berarti tetap berpijak pada nilai-nilai luhur, menghargai asal-usul, dan berpegang pada integritas. Sedangkan menjulang tinggi berarti berani bermimpi besar, berinovasi, dan menggapai prestasi setinggi mungkin. Perjalanan saya dari desa kecil di Nias hingga ke Kampus Biru adalah bukti nyata bahwa dengan akar yang kokoh, siapa pun bisa tumbuh dan menjulang tinggi untuk memberi manfaat bagi bangsa.

Refleksi: Makna Menjadi Awardee LPDP
Menjadi awardee LPDP di Universitas Gadjah Mada bukan hanya tentang mendapatkan kesempatan belajar, tetapi juga tentang mengemban tanggung jawab. Saya percaya bahwa ilmu yang saya peroleh harus kembali berakar pada masyarakat, terutama di daerah asal saya, Nias, agar dapat memberi manfaat nyata. Di sisi lain, saya juga terpanggil untuk terus menjulang tinggi: mengembangkan diri, melakukan riset, dan berkontribusi lebih luas bagi bangsa.
Menjadi awardee LPDP bukan hanya soal menerima dana pendidikan. Lebih dari itu, ini adalah amanah. Negara memberikan kepercayaan besar dengan harapan bahwa kami, para penerima beasiswa, kelak akan kembali dan berkontribusi nyata.
Bagi saya pribadi, kontribusi itu ingin diwujudkan melalui:
- Pendidikan: Kembali ke daerah untuk berbagi ilmu, baik dengan mengajar maupun membangun inisiatif pendidikan yang berfokus pada pengembangan sains.
- Riset: Melanjutkan penelitian di bidang material, khususnya yang berkaitan dengan energi terbarukan. Indonesia sangat membutuhkan inovasi dalam bidang ini untuk menjawab tantangan krisis energi.
- Inspirasi: Menjadi contoh bagi adik-adik di daerah bahwa keterbatasan bukanlah penghalang. Dengan usaha dan doa, semua orang berhak bermimpi dan mewujudkannya.
Slogan UGM, “Mengakar Kuat, Menjulang Tinggi,” kini bukan sekadar kata-kata, melainkan panduan hidup yang saya rasakan setiap hari. Akar yang kuat mengingatkan saya untuk tidak melupakan asal-usul, menjaga integritas, dan tetap berpijak pada nilai kebersamaan. Menjulang tinggi mendorong saya untuk terus bermimpi besar, berinovasi, dan memberikan karya terbaik.
Sebagai seorang awardee LPDP, saya ingin menjadi bagian dari generasi yang mampu menjaga keseimbangan antara keduanya: tetap mengakar kuat pada nilai-nilai bangsa, sekaligus menjulang tinggi menuju cita-cita Indonesia yang lebih maju.
Penutup
Perjalanan saya dari desa di Nias hingga menjadi awardee LPDP di UGM adalah bukti bahwa mimpi besar selalu dimulai dari langkah kecil. Jalan itu memang penuh tantangan, tetapi setiap rintangan adalah bagian dari proses pembentukan diri.
Bagi teman-teman yang sedang berjuang, pesan saya sederhana:
- Jangan pernah takut bermimpi.
- Jangan ragu untuk mencoba, meskipun kegagalan adalah kemungkinan.
- Dan jangan lupa, tujuan akhir dari pendidikan bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk memberi manfaat bagi orang lain.
Semoga kisah sederhana ini bisa menjadi pengingat bahwa harapan selalu ada, dan setiap usaha yang tulus tidak akan sia-sia.
Tulisan oleh:

Sefen Putra Jaya Giawa
Magister Fisika
Persiapan Keberangkatan (PK) 265
Angkatan Awardee: 2025 Gasal
Reviewer:
Awalia Nur Sakinah
Magister Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan



