Kisah Nyata Perjuangan Hidup dari Kampung Menuju Impian Besar
Nama saya Mesak Miru Saya lahir dari keluarga yang sangat sederhana dengan sejuta mimpi untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Sejak kecil, saya sudah menyadari bahwa hidup tidak selalu mudah. Ibu saya hanyalah seorang pekerja serabutan, melakukan apa saja demi menyambung hidup keluarga. Sementara ayah saya merantau dan meninggalkan kami selama bertahun-tahun. Di desa tempat saya tumbuh, ada masa yang sering kami sebut sebagai musim kelaparan. Saat itu, petani tidak bisa menanam jagung karena kondisi alam yang tidak mendukung, dan persediaan hasil kebun di lumbung sudah habis. Saya masih kecil, tapi sudah merasakan betul pahitnya hidup tanpa kepastian makanan.
Suatu saat, kami benar-benar tidak punya apa pun untuk dimakan. Saya melihat ibu berangkat bekerja di kebun orang lain hanya demi mendapatkan sepiring nasi. Nasi itu dibawa pulang untuk dibagikan kepada anak-anaknya, sementara ibu sendiri hanya meneguk air putih sambil mengikat lapisan dengan tali kayu untuk menahan rasa lapar. Pemandangan itu begitu menghantam hati saya. Rasanya sakit sekali melihat ibu harus berkorban sejauh itu, tapi di balik rasa sakit itu tumbuh tekad besar dalam diri saya untuk tidak menyerah pada keadaan.
Saat hujan deras dan angin kencang mengguncang desa, saya sering berlari mencari buah sukun muda yang jatuh ke tanah. Sukun itu kemudian direbus dan menjadi santapan sederhana kami di malam hari. Karena kami tidak memiliki pelita, kami makan dalam temaram cahaya bulan. Bagi sebagian orang, mungkin itu sebuah kesulitan yang menyedihkan, tapi bagi saya, momen itu adalah pengingat betapa berharganya rasa syukur.
Setelah lulus sekolah dasar, saya memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman. Dengan keberanian yang sederhana, saya merantau ke Kabupaten Kepulauan Aru, tepatnya di Kota Dobo. Di sana, saya melanjutkan pendidikan SMP hingga SMA. Jalan yang saya lalui tidaklah mudah. Saya harus melewati proses kehidupan yang keras terkadang harus bekerja sambil sekolah, terkadang pula harus menahan lapar. Namun, saya tetap sabar dan tabah, karena saya yakin pendidikan adalah jalan keluar dari kemiskinan.
Setelah lulus SMA, saya tidak berhenti bermimpi. Saya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana. Maka saya pun merantau lagi ke Kota Ambon, ibukota Provinsi Maluku. Di sana, saya bekerja sebagai buruh kasar dan membantu di sebuah yayasan sosial yang mendukung anak-anak putus sekolah. Meskipun saya tidak punya uang untuk kuliah, saya tidak membiarkan hal itu membatasi mimpi saya. Saya percaya, kesempatan akan datang kepada mereka yang ingin berusaha.
Dua tahun berlalu, saya masih sibuk dengan pekerjaan yang sama. Hingga akhirnya, di tahun 2018, sebuah kesempatan besar datang. Saya mendapat dukungan dari salah satu yayasan untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Dengan penuh semangat, saya mulai kuliah di Fakultas Teknik, Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM). Meski penuh keterbatasan, saya berusaha bertahan. Saya belajar dengan tekun, berjuang keras, dan tetap rendah hati.
Namun, di tengah perjuangan itu, ujian berat kembali menghampiri. Pada tanggal 16 Agustus 2021, ibu saya meninggal dunia. Itu adalah pukulan terbesar dalam hidup saya. Saya merasa sangat hancur, karena kehilangan sosok ibu yang selama ini menjadi sumber kekuatan dan pengorbanan. Lebih menyakitkan lagi, saya tidak bisa pulang ke kampung halaman untuk melihat ibu saya untuk terakhir kalinya karena sulitnya transportasi laut. Meski begitu, saya berusaha kuat. Saya tahu, ibu pasti ingin melihat anaknya tetap berjuang sampai selesai. Maka saya tetap melanjutkan studi hingga akhirnya berhasil meraih gelar sarjana. Saya mempunyai seorang teman yang mengetahui cerita pengalaman saya sehingga dia memberikan motivasi kepada saya untuk melanjutkan studi, menurut dia saya orang yang sangat berani dan mampu melewati berbagai macam tantangan sehingga dia memperkenalkan beasiswa LPDP kepada saya dan memberikan dorongan semangat bahwa setelah selesai studi sarjana saya harus mendaftar beasiswa LPDP.
Lulus sarjana bukanlah akhir, karena mimpi masih panjang. Saya ingin mengangkat nama baik keluarga, sekaligus membuktikan bahwa anak kampung sederhana bisa meraih mimpi setinggi langit. Dengan penuh semangat, saya mendaftar beasiswa LPDP jalur afirmasi untuk melanjutkan studi magister. Sayangnya, saya gagal di tahap wawancara. Rasanya sakit, tapi saya tidak mau menyerah. Dukungan dan motivasi selalu datang dari sahabat saya sehingga kegagalan itu saya jadikan pelajaran untuk bangkit dan belajar lebih giat lagi. Kerja keras itu akhirnya membuahkan hasil. Dengan doa, usaha, dan keyakinan, saya berhasil mendapatkan beasiswa LPDP di tahun 2024 gelombang pertama dan diterima sebagai mahasiswa di salah satu universitas terbaik di Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM). Saat itu, saya benar-benar menyadari bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia.
Ini adalah gambar saya bersama sahabat yang telah mendukung dan selalu memotivasi saya untuk menaklukkan beasiswa LPDP bersama-sama. Perjalanan hidup mengajarkan banyak hal, bahwa kemiskinan bukanlah mimpi buruk. Bahwa kehilangan bukan berarti akhir dari segalanya, dan bahwa setiap kesulitan, jika dihadapi dengan sabar dan kerja keras, pada akhirnya akan melahirkan kekuatan yang luar biasa.
Saya percaya, setiap orang bisa bangkit dari keterpurukan. Jangan pernah menyerah hanya karena hidup terasa berat. Ingatlah bahwa masa depan selalu bisa diubah dengan kerja keras, doa, dan tekad yang kuat. Jika saya, seorang anak desa dari keluarga sederhana, bisa sampai di titik ini, maka kamu pun juga pasti bisa.
Hidup adalah tentang perjuangan, dan percayalah sebuah perjuangan itu akan selalu indah pada waktunya.
Tulisan oleh:
.jpg)
Mesak Ananias Miru
Magister Teknik Geomatika
Persiapan Keberangkatan (PK) 246
Angkatan Awardee: 2024 Genap
Reviewer:
Awalia Nur Sakinah
Magister Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan



